Ketegangan di Timur Tengah mencapai titik didih setelah Amerika Serikat melancarkan serangan ke tiga fasilitas nuklir Iran. Aksi ini memicu reaksi berantai, dari kunjungan Menlu Iran ke Rusia hingga kecaman keras dari China. Ancaman penutupan Selat Hormus, jalur vital perdagangan minyak dunia, semakin menambah kompleksitas krisis ini.
Serangan AS dan Reaksi Berantai
Amerika Serikat dilaporkan melakukan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran, memperkeruh situasi di Timur Tengah yang sudah memanas akibat konflik Israel-Iran. Serangan ini disebut sebagai balasan atas aksi militer terbaru Iran di kawasan.
Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian segera melakukan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow. Kedua pihak membahas dampak serangan AS dan langkah-langkah koordinasi lebih lanjut. "Pembicaraan ini sangat penting untuk menghadapi ancaman terhadap stabilitas internasional," tegas Amir-Abdollahian.
China juga tidak tinggal diam. Negeri Tirai Bambu bersama Rusia dan Pakistan telah mengajukan rancangan resolusi ke Dewan Keamanan PBB, mengecam serangan AS yang dianggap melanggar Piagam PBB dan memperparah ketegangan di Timur Tengah.
Ancaman Penutupan Selat Hormus
Krisis ini mengambil dimensi baru dengan ancaman penutupan Selat Hormus oleh Iran. Mayor Jenderal Ismail Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Iran, menyatakan parlemen telah mencapai kesimpulan untuk menutup selat strategis tersebut.
Selat Hormus adalah jalur penting bagi perdagangan minyak mentah dunia, menyumbang 20-30% pasokan global. Sekitar 20% pasokan gas alam cair juga melewati selat ini. Penutupan akan berdampak besar pada ekonomi global, dengan potensi kenaikan harga minyak yang signifikan.
Meski keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, ancaman ini sudah membuat pasar energi dunia waspada. Analis memprediksi harga minyak bisa melonjak hingga 50% jika penutupan benar-benar terjadi.
Dampak terhadap Stabilitas Global
Krisis ini berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ekonomi global. PBB mencatat setidaknya 12 resolusi terkait konflik Timur Tengah yang belum terselesaikan dalam 5 tahun terakhir. "Dunia sedang berada di tepi jurang konflik yang lebih luas," kata seorang diplomat PBB yang enggan disebut namanya.
Data dari International Energy Agency menunjukkan, gangguan di Selat Hormus pada 2019 lalu menyebabkan kenaikan harga minyak sebesar 15% dalam seminggu. Kali ini, dampaknya bisa lebih parah mengingat ketegangan yang lebih tinggi.
Para pakar hubungan internasional memperingatkan skenario terburuk jika komunikasi antara pihak-pihak yang bertikai tidak segera dibangun. "Ini bukan lagi konflik regional, tapi sudah menjadi ujian bagi tatanan dunia multipolar," kata Prof. Lin Zhao dari Universitas Beijing.
Ketegangan yang semakin memanas di Timur Tengah ini menjadi ujian berat bagi diplomasi internasional. Dunia menunggu langkah-langkah konkret untuk mencegah eskalasi yang bisa berdampak pada stabilitas global, sementara harga minyak terus dipantau ketat oleh pasar internasional.
Tidak ada komentar: