Skandal Pasutri Pangandaran: Cuan Haram Berujung Penjara

Gambar Artikel

Dua polwan mengawal Ernawati (25) saat keluar dari tahanan Mapolres Pangandaran. Wajahnya ditutupi rambut panjang, sementara suaminya, Wahyu (24), mengikuti dari belakang dalam balutan kaus tahanan biru. Pasangan ini ditangkap atas dugaan penyiaran langsung adegan tidak senonoh melalui platform digital, yang telah berlangsung sejak Desember 2024 dan menghasilkan pendapatan ilegal hingga Rp65 juta.

Aksi Live Streaming yang Menggemparkan

Pasangan suami istri asal Pangandaran ini ditangkap pada 13 Juni 2025 setelah polisi melakukan penggerebekan di salah satu perumahan di Kecamatan Sidamulih. Kapolres Pangandaran AKBP Mujianto menjelaskan bahwa pasangan ini melakukan siaran langsung adegan asusila melalui aplikasi daring, tidak hanya itu, mereka juga menawarkan layanan video call seks (VCS) dengan tarif tertentu.

Polisi menemukan beberapa alat bantu seksual seperti dildo dan kondom saat penggerebekan. Barang-barang ini digunakan dalam siaran langsung mereka, yang bisa berlangsung hingga tiga jam setiap malam. Plt Kasi Humas Polres Pangandaran, Aiptu Yusdiana, mengatakan bahwa aksi ini bervariasi tergantung mood sang istri.

Selain itu, polisi menyita dua unit ponsel yang digunakan untuk siaran langsung, data login aplikasi, serta rekaman transaksi digital. Pasangan ini diduga telah menjalankan aksinya sejak Desember 2024, dengan pendapatan mencapai Rp30 juta per bulan.

Motif Ekonomi dan Jeratan Hukum

Menurut pengakuan mereka kepada polisi, pasangan ini melakukan aksi tersebut karena terdesak masalah ekonomi. Mereka mengaku memanfaatkan layanan siaran langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, motif ekonomi tak bisa menjadi pembenaran atas pelanggaran hukum yang mereka lakukan.

Polisi menjerat mereka dengan Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 27 Ayat (1) UU ITE, yang mengancam hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda Rp1 miliar. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 29 jo Pasal 4 Ayat (1) UU Pornografi dengan ancaman hukuman 12 tahun dan denda hingga Rp6 miliar.

Kapolres Mujianto mengingatkan masyarakat untuk tidak tergoda oleh tawaran kerja daring yang melibatkan unsur asusila. "Aktivitas semacam ini tidak hanya melanggar norma, tetapi juga bisa menjerumuskan pelaku ke dalam jeratan hukum berat," tegasnya.

Inspirasi dari Teman di Jember

Wahyu dan Ernawati mengaku mendapat ide untuk melakukan live streaming asusila dari seorang teman di Jember, Jawa Timur. Teman tersebut merekomendasikan aplikasi siaran langsung dan mencontohkan cara menghasilkan uang dari aksi tersebut.

Polisi telah memanggil teman mereka untuk dimintai keterangan. "Saksi yang merekomendasikan aplikasi ini sudah kami panggil dan diperiksa," kata Aiptu Yusdiana.

Kasus ini menunjukkan bagaimana pengaruh negatif dari lingkungan bisa membawa seseorang ke jalan yang salah. Polisi terus mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Dampak Sosial dan Hukum

Kasus ini menimbulkan dampak sosial yang signifikan, terutama bagi masyarakat Pangandaran. Banyak yang merasa terkejut karena pelaku adalah pasangan suami istri yang terlihat biasa-biasa saja.

Dalam berbagai studi, pelanggaran UU ITE dan UU Pornografi seringkali melibatkan motif ekonomi. Namun, penegakan hukum harus tetap dilakukan untuk memberikan efek jera.

Kapolres Mujianto berharap kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi. "Jangan sampai keinginan untuk mencari uang cepat malah menghancurkan masa depan," pesannya.

Kasus Wahyu dan Ernawati menjadi bukti bahwa godaan uang cepat bisa membuat orang melanggar hukum dan norma sosial. Meski alasan ekonomi menjadi alasan utama, tindakan mereka tetap tidak dapat dibenarkan. Penegakan hukum yang tegas diharapkan bisa mencegah kasus serupa di masa depan.

Tidak ada komentar:

banner image
Diberdayakan oleh Blogger.