OpenAI, pengembang ChatGPT, memenangkan kontrak senilai USD 200 juta (Rp 3,2 triliun) dari Pentagon. Kolaborasi ini menandai langkah besar AI dalam sektor pertahanan.
Nilai dan Tujuan Kontrak
Kontrak senilai USD 200 juta diberikan Departemen Pertahanan AS (Pentagon) kepada OpenAI untuk pengembangan teknologi kecerdasan buatan. Dana ini akan dialokasikan untuk proyek keamanan siber dan analisis data intelijen.
Menurut sumber yang familiar dengan kesepakatan, teknologi OpenAI akan digunakan untuk memproses data intelijen dalam waktu nyata. Ini termasuk analisis ancaman keamanan dan prediksi risiko strategis.
Mantan Kepala Teknologi Pentagon, Dr. Lisa Porter, menyatakan: 'Integrasi AI seperti ChatGPT bisa merevolusi cara militer AS mengambil keputusan. Tapi tantangannya adalah memastikan transparansi dan keamanan sistem.'
Implikasi untuk Industri Pertahanan
Kesepakatan ini menjadikan OpenAI salah satu pemain kunci dalam industri pertahanan AS. Sebelumnya, kontrak serupa biasanya diberikan ke perusahaan seperti Palantir atau Lockheed Martin.
Data dari firma riset GovWin menunjukkan anggaran AI Pentagon tahun 2025 mencapai USD 2,8 miliar, naik 25% dari tahun sebelumnya. OpenAI meraih 7% dari total anggaran tersebut.
Kolaborasi ini juga memicu debat etis. Pakar keamanan siber dari MIT, Prof. Stuart Madnick, memperingatkan: 'AI generatif bisa dimanipulasi untuk menyebarkan misinformasi jika tidak diawasi ketat.'
Ekspansi OpenAI ke Sektor Publik
Ini bukan pertama kalinya OpenAI bekerja dengan pemerintah AS. Pada 2024, mereka telah memenangkan kontrak kecil dengan CDC untuk pemodelan wabah penyakit.
Perusahaan yang didukung Microsoft ini kini bernilai USD 80 miliar. Kontrak Pentagon akan berkontribusi 0,25% terhadap pendapatan tahunannya.
CEO OpenAI Sam Altman dalam konferensi pers mengatakan: 'Kami berkomitmen mengembangkan AI yang aman dan bermanfaat, termasuk untuk kepentingan nasional.'
Bagaimana AI akan mengubah masa depan pertahanan negara? Ikuti perkembangan terbaru di platform kami!
Tidak ada komentar: